Selalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada
setiap aktifitas pekerjaan. Dan saat
kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan
efek kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, potensi kecelakaan kerja harus dicegah atau
setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah
keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan
harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa
secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam
perusahaan.
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Visi Pembangunan Kesehatan
di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, mampu memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI,
2002).
Kesehatan kerja dapat tercapai secara optimal jika
tiga komponen berupa kapasitas kerja,
beban kerja, dan lingkungan kerja dapat berinteraksi baik dan serasi (Suma’mur P.K, 1996).
Kecelakaan ditempat kerja
merupakan penyebab utama penderita perorangan dan penurunan produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000
orang meninggal akibat sakit dan
kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun,
diantaranya meninggal akibat sakit atau kecelakaan kerja.
Kondisi kerja yang buruk
berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja, mudah sakit, stres, sulit berkonsentrasi sehingga
menyebabkan menurunnya produktif kerja. Kondisi kerja meliputi variabel fisik seperti distribusi jam kerja, suhu,
penerangan, suara, dan ciri-ciri arsitektur tempat kerja lingkungan kerja yang
kurang nyaman, misalnya : panas, berisik, sirkulasi udara kurang, kurang
bersih, mengakibatkan pekerja mudah
stress (Supardi, 2007).
Kondisi lingkungan fisik dapat terjadi misalnya suhu
yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas dan terlalu dingin
menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaan. Panas bukan hanya dalam pengertian temperatur
udara, tetapi juga sirkulasi atau arus udara, munculnya stres
kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Margiati, 1999).
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang
akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang
dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK)
di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat
kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Kelelahan kerja merupakan masalah yang sangat penting
perlu ditanggulangi secara baik. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya
penurunan kekuatan otot, rasa lelah
yang merupakan gejala subjektif dan penurunan kesiagaan (Grandjean, 1985).
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuan hidupnya.Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Sumber :
Silalahi, B.N.B. dan Silalahi, Rumendang B. 1995. Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Binaan
Pustaka Presindo.